Gerakan Menentang Penjajahan Belanda dan Fasisme Jepang

1. Pemerintahan Hindia Belanda di Kalimantan Barat Perubahan sistem Pemerintahan Hindia Belanda mulai berubah sejak abad ke-20 ketika ditetapkan Decentralisatie Wet oleh Pemerintah Belanda. Dalam tahun 1922, dikeluarkan Bestuurshervomingswet (ind. Std. 1922 No. 216) yakni Undang-Undang, tentang Reorganisasi Pemerintahan. Undang-undang tersebut memungkinkan pembentukan Daerah-Daerah otonom yang lebih besar dari gewest lama dengan nama “Provincie” sedang bagian-bagian dari Provincie dapat dibentuk daerah-daerah Otonom. Di samping itu, Undang-Undang tentang Reorganisasi Pemerintahan tersebut memberikan juga ketentuan-ketentuan tentang pemerintahan sentral (dekonsentrasi). Reorganisasi dalam susunan pemerintahan dalam negeri (Binnenlands Bestuur) dengan jalan :
  1. Memberikan lebih banyak kekuasaan pada pejabat-pejabat pusat yang ada di daerah-daerah (Europese bestuurs ambtenaren) dilengkapi dengan keuangan yang cukup disebut “administrative dan finansiele decentralisatie (ini termasuk bidang dekonsentrasi).
  2. Lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pejabat¬-pejabat pamongpraja Indonesia (Inheemse bestuurs ambtenaren).
  3. Menurut sertakan anasir-anasir yang telah maju di daerah-daerah dalam pemerintahan daerah secara lebih intensif (bidang desentralisasi).
Pemerintah Belanda mengeluarkan undang-undang tentang reorganisasi pemerintahan tahun 1922 dengan nama Bestuurshervormingwet 1922. Pada tahun 1925 Indische Staatsregeling kemungkinan-kemungkinan untuk membentuk badan-badan daerah yang lebih otonominya. Menurut pasal 119 dari I.S tahun 1925 itu maka daerah-daerah diberi hak otonomi, dimana urusan rumah tangga daerah dapat diatur dan diurus sendiri dan inilah permulaan otonomi di Hindia Belanda. 2. Gerakan Kebangkitan Nasional Kalimantan Barat a. Syarikat Islam di Kalimantan Barat Kesadaran rakyat Kalimantan Barat untuk bangkit berjuang melalui organisasi politik, telah tumbuh sejak awal abad ke-20. Berdirinya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908 yang telah menjadi landasan berdirinya organisasi politik di Indonesia. Semangat Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia telah diperkokoh lagi dengan Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta. Gerakan Kebangkitan Nasional yang tumbuh dan berkembang di pulau Jawa dan di luar Jawa mempunyai dasar perjuangan yang sama. Persamaan pola perjuangan adalah : - Persamaan agama, yaitu agama islam - Persamaan bahasa, yaitu bahasa Indonesia - Musuh yang sama, yaitu kolonialisme Belanda. - Musuh ekonomi adalah pengusaha cina. b. Syarikat Rakyat Pada tahun 1922 muncul kembali gerakan Syarikat Islam dalam bentuk Syarikat Rakyat yang dikembangkan di Singkawang oleh Gusti Sulung Lelanang, putera Pangeran Laksamana kerajaan Landak. Gusti Sulung Lelanang pada mulanya adalah anggota syarikat Islam sejak 1914. Perjuangan Syarikat Rakyat di pulau Jawa sejak tahun 1920 dipengaruhi oleh gerakan partai komunis di Indonesia. Pada tahun 1922 Gusti Sulung Lalanang mendirikan Syarikat Rakyat di Singkawang. Kegiatan menegakkan Syarikat Rakyat di Kalimantan Barat ini dibantu oleh kawan-kawan Gusti Sulung Lalanang yakni : Muhammad Hambal, Achmad mazuki, Mohammad Sood, Gusti Situt Mahmud, Gusti Hamzah. H. Rais, Djaranding Abdurachman dan Gusti Djohan Idrus. c. Parindra Sejalan dengan kegiatan Muhammadiyah membangkitkan Gerakan Nasional melalui gerakan pendidikan, pada tahun 1936 timbul gerakan Partai Indonesia Raya, yang dipimpin oleh kumpul di Pontianak. Gerakan Parindra cepat berkembang di Kalimantan Barat, setelah para ex. Digulis datang kembali, yang kemudian ikut aktif membina Parindra. Sekali lagi Ngabang memegang peranan dalam perkembangan Parindra cabang Ngabang, di bawah pimpinan ex Digulis R. Mahmud Susilo Suwignyo (ditangkap di Surayabaya 1926) dibuang ke Digul hingga 1935, kembali ke Surabaya, tetapi merantau lagi ke Singapura dan menjadi anggota Partai Rakyat Indonesia (PARI), pindah ke Kalimantan Barat membina PARI kemudian membina Parindra. Ia adalah salah satu Perintis Kemerdekaan Kalimantan Barat. d. Persatuan Anak Borneo Mengenai perjuangan Syarikat Rakyat dan Parindra Kalimantan Barat, Machrus Effendy bercerita panjang dalam bukunya “ sejarah perjuangan Kalimantan Barat’. Untuk menyebarluaskan pergerakan menentang penjajahan Belanda, didirikan tahun 1922 surat kabar “Borneo Barat Bergerak”, dipimpin oleh M. Dahlan, Jeranding Abdurrahman dan Gusti Sulung lelanang. Sebagai Koresponden di Singkawang dan Sambas adalah Uray Amir Syafiuddin dan Muhammad Sabirin. Karena kritik tajamnya terhadap pemerintahan Belanda, beberapa bulan saja terbit, surat kabar Borneo Barat Bergerak dilarang terbit. Ketika Gusti Sulung Lelanang tahun 1924 memimpin Syarikat Rakyat, ia menerbitkan surat kabar “Halilintar”. Gusti Sulung Lelanang adalah seorang pegawai Shool Opziener. Karena ia memilih sebagai Ketua Syarikat Rakyat dan pemimpin surat kabar Halilintar, ia rela dipecat dari Jabatannya. e. Muhammadiyah Dalam keadaan partai politik di Kalimantan barat sedang non aktif tampillah Muhammadiyah sebagai gerakan pendidikan mengadakan kegiatan membangun sekolah-sekolah dan kepanduan. Gerakan Muhammadiyah ini adalah sebagai penerus dari gerakan pembaharuan yang timbul di Mesir. Berdirinya Muhammadiyah di Kalimantan barat diriintis oleh dua orang guru Agama yakni Manaf (ayah dari dr. Abdul hadi) dan Mohammad Akib yang datang dari Sumatera Barat sejak tahun 1925. Kedua tokoh ini merintis jalan “mengajarkan Agama Islam memakai sistem dan metode Muhammadiiyah”. Setelah kader-kadernya cukup dewasa untuk bergerak maka pada tahun 1932 lahirlah gerakan Muhammadiyah sebagai cabang di 1. Sei. Bakau Kecil Mempawah dipimpin oleh H.M. Kurdi Dja’far 2. Singkawang dipimpin M. Taufik 3. Sambas dipimpin oleh H.A. Malik So’od 4. Pontianak dipimpin oleh Arsjad Annasar. Seluruh organisasi pemuda bersifat lokal dan non politik pernah lahir di Sambas tanggal 17 Juni 1927 bernama “Jong Sambas”, dipimpin oleh H. Ahmad Mesir, Ariani Hardigaluh, Abdullah Sidik dan Munzir Imran, perkumpulan ini bergerak di bidang pendidikan dan kepanduan. 3. Pendudukan Fasisme Jepang di Kalimantan Barat Ketika pecah perang Dunia II dan berkecamuknya Perang Pasifik dengan hebatnya, Jepang telah menggerakkan kekuasan angkatan bersenjatanya yang besar untuk menguasai seluruh Asia Timur, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Akhir tahun 1941 bala tentara jepang telah berhasil menduduki Korea, daratan Cina, daerah Asia Tenggara sampai ke Semananjung Malaka, Philipina sebagian pulau – pulau Pasifik. Untuk menundukkan Pulau Jawa sebagai pusat Pemerintah Hindia Belanda yang menguasai Indonesia, Jepang terlebih dahulu harus menduduki Pulau Kalimantan dan Sumatera. Kalimantan mempunyai arti sangat penting karena letaknya di tengah-tengah lalu lintas Asia Tenggara di Laut Cina Selatan menuju Sumatera, Jawa ataupun Indonesia Timur, serta mempunyai kekayaan alam yang besar. Kalimantan Barat merupakan tujuan pertama dalam jaringan pendudukan Jepang terhadap wilayah Indonesia. Pemerintah Jepang atas Kalimantan berada dibawah kekuasaan Angkatan Laut Jepang dan membentuk pemerintah Militer yang disebut MINSELBU. Setelah selama tahun 1942 Jepang berhasil menanamkan kekuasaannya di Kalimantan Barat, maka pemerintah pendudukan jepang mulai dengan kekejamannya dalam usaha menanamkan kekuasaan dan dalam usaha memeras kekayaan alam dan bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan perang Asia timur Raya nya. Pada permulaan 1943 datang di Pontianak rombongan dari Banjarmasin antara lain Dr. Soesilo dan kawan kawannya yang telah mengadakan pemufakatan dengan Dr. Rubini dan pemuka-pemuka lainnya. Mereka telah menyatukan tekad untuk mengadakan perlawanan terhadap Jepang. Gerakan Dr. Soesilo ini sangat berpengaruh di kalangna rakyat untuk berjuang menentang jepang dan menuntut “Kemerdekaan Borneo Barat”. Setelah Dr. Soesilo kembali ke Banjarmasin ia ditangkap oleh jepang dan dihukum tembak mati. Pada permulaan Jepang datang di Pontianak terdapat 13 perkumpulan yang sangat berpengaruh di kalangan rakyat. Pemerintah Jepang melarang semua perkumpulan yang bersifat politis, dan ketiga belas perkumpulan itu kemudian menyatukan diri dalam organisasi “NISSINKAI” di bawah pimpinan Noto Sudjono yang pada lahirnya berpura-pura berpihak kepada pemerintah Jepang. Pada bulan Juli 1942 Nissinkei mendesak kepada Pemerintah Jepang untuk mengakui organisasi tersebut sebagai organisasi politik, tetapi karena Jepang telah mengakui organisasi tersebut sebagai organisasi politik Di Pemangkat, lebih dari 51 orang pejuang dan warga masyarakat, sebagian besar warga Cina yang bersimpati dan mendukung perjuangan terhadap kemerdekaan telah ditangkap dan dibunuh Jepang. Sebagai peringatan atas kekejaman Jepang di pemangkat, telah dibangun sebuah tugu peringatan di kaki gunung Batu di mana dituliskan nama para korban yang gugur akibat kekejaman Jepang. Dalam bulan Oktober 1944 telah dilancarkan oleh orang-orang Daya serangan terhadap tentara Jepang i Kapuas Hulu dan Nanga Embaloh. Mereka membakar gudang-gudnag persediaan makanan dan perlengkapan senjata Jepang. Selanjutnya pada tanggal 5 Mei 1945 orang-orang Daya dengan pasukannya bernama Majang Desa telah mengepung kota Meliau dan kota Tayan dibawah pimpinan Pang Suma, Panglinggan, Pang Solang dan dapat menguasai kota meliau serta penyerangan diteruskan sampai ke Sanggau Kapuas. Setelah pasukan jepang mendapat bantuan pasukan dari Sanggau dan Pontianak, kota Meliau dapat direbutnya kembali dari pasukan Majang Desa. Pasukan Majang Desa. Pasukan Majang Desa beserta dengan Gusti Ismail dan Gusti Sohor dari Panglima Melayu, kemudian mengatur strategi penyerangan sebagai berikut : - Untuk daerah Tayan dipimpin oleh panglima Kilat - Untuk daerah Ngabang (Landak) dipimpin oleh Panglima Batu - Untuk daerah Sosok dan sekitarnya dipimpin oleh panglima Jauhari dan - Sepanjang sungai Sekayam dan Sanggau dimpimpin oleh Gusti Ismail dan Gusti Sohor. 4. Pemerintahan Pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang, daerah Indonesia dibagi ke dalam 3 bagian : a. Sumatera, berada di bawah kekuasaan Kepala Pasukan Darat yang berkedudukan di Bukit Tinggi b. Jawa, berada di bawah kekuasaan Kepala Pasukan Darat yang berkedudukan di Jakarta. c. Lain-lain kepulauan, berada di bawah kekuasaan Kepala Pasukan Angkatan Laut yang berkedudukan di Makasar. Di samping itu, pemerintahan Pendudukan Jepang tetap melanjutkan sebagian besar struktur Pemerintahan Daerah menurut susunan Pemerintahan Belanda dalam bidang Dekonsentrasi. Dengan demikian maka Kalimantan Barat, selain merupakan Daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan pasukan Angkatan Laut Jepang yang berpusat di Makasar, masih tetap berstatus Residentie administratif (Syuu). Pemerintahan pendudukan Jepang melanjutkan sebahagian besar struktur pemerintahan Belanda dalam sistem dekonsentrasi. Nama daerah dan kepalanya diganti dalam bahasa Jepang dan kedudukan yang dipegang oleh pejabat Belanda ditempati oleh orang Jpenag atau sebahagian kecil oleh bangsa Indonesia. Pejabat Gubernur dan Asisten Residen di Jawa dihapuskan. Pejabat Residen (Syutizi) masih diadakan. Menurut UU No. 27 tahun 2602 seluruh Jawa terbagi atas Syu (Keresidenan), Si (Stadsgemeente), Ken (Regentschap), Gun (Distrik), Son (Onderdistrik) dan Kui (Desa). Pemerintah Jepang permulaannya melarang kehidupan politik bagi rakyat Indonesia. Baru kemudian pada akhir pendudukan Pemerintahan Jepang, mendekati kekalahannya dalam peperangan melawan tentara Sekutu, pemerintah pendudukan Jepang mengadakan usaha politik dengan pembentukan dewan-dewan kepulauan atau daerah. Pada hakikatnya dewan itu hanya mendengar ceramah, nasihat dan perintah serta kemauan dari pemerintah Jepang.
 

© 2009 Fresh Template. Powered by Blogger.

Template by Ifzanul.